Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam berkehidupan
sehari-hari kita tak luput dari kata bersuci, karena bersuci merupakan sebagian
dari iman. Maka dari itu kami akan memaparkan dari makalah ini tentang tayamum
dan mandi janabat. Sebelum membahas hal itu, kita harus tarus tahu apa itu
tayamum dan mandi janabat, apakah tayamum sama dengan wudhu tata caranya, serta
apakah mandi janabat sama dengan mandi biasa yang kita lakukan. Hal inilah yang
akan kami bahas dalam makalah ini. Akan tetapi tidak luput dari Al-Qur’an dan
Hadist.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Tayamum dan Mandi Janabat
2. Bagaimana
Hukum serta Kedudukan Tayamum dan Mandi Janabat
3. Bagaimana
Tata cara Tayamum dan Mandi Janabat.
C. Tujuan
Penulisan
Agar mahasiswa ataupun
pembaca dapat mengetahui masalah-masalah dalam Tayamum dan Mandi Janabat sesuai
dengan Al-Qur’an dan Hadist, serta memenuhi tugas dari dosen pengampu mata
kuliah Hadist Bapak H. Rif’an Syafruddin, Lc, MA pada
semester 1 (Ganjil) ini.
Bab II
PEMBAHASAN
Hadist tentang Tayamum
حَدَّثَنَا
آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ
فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا
كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
وَكَفَّيْهِ( أخرجه البخاري فى كتاب التيمم باب المتيمم هل ينفخ فيهما )
Artinya: diriwayatkan dari Ammar bin Yasir r.a. : aku pernah
berkata kepada Umar bin Al Khaththab r.a. :”ingatkah engkau ketika kau dan aku
(sedang dalam keadaan junub) bersama-sama dalam sebuah perjalanan dan kau tidak
mengerjakan shalat tetapi aku berguling-guling di atas tanah dan mengerjakan
shalat? Aku memberitahukan kejadian ini kepada Rasulullah SAW dan beliau
bersabda,”cukuplah bagimu berbuat seperti ini”. Nabi Muhammad Saw. Kemudian
menekankan (kedua telapak tangannya) dengan ringan ke atas tanah lalu meniupnya
dan mengusapkan debu itu ke wajah dan kedua belah tangannya yang mulia.
A.
TAYAMUM
Tayamum
adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air
bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih.
1.
HUKUM
DAN KEDUDUKAN TAYAMUM
Adapun yang berkaitan engan bersuci
tayamum,maka tayamum itu adalah pengganti air. Dalilnya adalah firman Allah :
"Maka jika kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang
suci." (Al Maidah : 6). Sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-:
"Telah dijadikan bagiku bumi sebagai mesjid dan alat untuk bersuci."
[H. R. Bukhari dan Muslim] Maka bertayamaum dibolehkan dalam dua kondisi : saat
tidak mendapati air dan saat tidak mampu untuk memakai air disebabkan sakit
atau semisalnya. Bertayamum dilakukan untuk kedua macam hadats, hadats kecil
seperti kencing, berak atau buang angin, dan hadats besar seperti bersetubuh
atau keluar mani.
2. SEBAB-SEBAB
YANG MEMBOLEHKAN BERTAYAMUM
·
Jika tidak ada air baik dalam keadaan
safar/dalam perjalanan ataupun tidak.
·
Terdapat air dalam jumlah terbatas, sementara
ada kebutuhan lain yang juga memerlukan air tersebut, seperti untuk minum dan
memasak
·
Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air
akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit
·
Ketidakmampuan menggunakan air untuk berwudhu
dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak
adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran
habisnya waktu sholat
·
Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan
tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.[1]
3. TATA CARA BERTAYAMUM
Imam
Ahmad berpendapat bahwa tayamum hanya dengan memukul tanah satu kali, lalu
mengusap wajah dan telapak tangan sampai pergelangan, tidak sampai siku. Imam
Ahmad berkata, “Barangsiapa berkata bahwa tayamum dengan (mengusap kedua
tangan) sampai siku maka ia adalah sesuatu yang dia tambahkan dari dirinya. ”Sabda
Nabi saw kepada Ammar bin Yasir,
“Semestinya
cukup bagimu memukul tanah dengan kedua tanganmu satu kali kemudian kamu
mengusap dengan keduanya wajah dan kedua telapak tanganmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini secara jelas bahwa tayamum yang diajarkan oleh
Nabi saw kepada Ammar adalah dengan memukul tanah satu kali dan tangan yang
diusap adalah kedua telapak tangan, sampai pergelangan bukan sampai siku.
Imam an-Nawawi berkata, al-Baihaqi berkata dalam kitabnya Ma’rifah as-Sunan wa al-Atsar,
asy-Syafi’i berkata, “Yang menghalangi kami mengambil riwayat Ammar tentang
wajah dan dua telapak tangan adalah shahihnya hadits dari Rasulullah saw bahwa
beliau mengusap wajah dan kedua sikunya, bahwa hal ini lebih mirip kepada
al-Qur`an dan kias, dan bahwa pengganti adalah seperti apa yang digantikannya.”
Yang
dimaksud hadits shahih yang disinggung dalam ucapan asy-Syafi’i disebutkan oleh
al-Baihaqi dari hadits Jabir, al-Baihaqi menyatakannya hasan dengan
syahid-syahidnnya, dari Nabi saw, “Tayamum satu kali pukulan untuk wajah dan
satu kali pukulan untuk kedua tangan sampai siku.”
Pendapat
ini juga berdalil kepada sabda Nabi saw,
“Tayamum
dua kali pukulan, satu untuk wajah dan satu untuk kedua tangan sampai kedua
siku.” (HR. ad-Daruquthni
dari Ibnu Umar).
Pendapat Imam Ahmad adalah pendapat yang rajih dalam perkara
ini, karena Pertama: Lebih dekat kepada pemahaman ayat, karena kata Yad dan jamaknya adalah Aidy yang berarti tangan hanya mencakup
telapak tangan saja tidak sampai siku. Kedua: Tangan dalam tayamum tidak bisa
dikiaskan dengan tangan dalam wudhu karena perbedaan kewajiban di antara
keduanya, dalam wudhu ia dibasuh sementara dalam tayamum ia diusap. Ketiga:
Hadits Ammar adalah hadits Muttafaq alaihi, tingkat keshahihannya tertinggi, ia
patut dikedepankan dalam perkara tarjih, ini dengan asumsi bahwa hadits dua
kali pukulan sampai siku shahih, tetap ia harus minggir di depan hadits Ammar.
4.
PERKARA YANG MEMBATALKAN TAYAMUM
Semua perkara yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum,
serta apabila telah hilang hal-hal yang membolehkan seseorang bertayamum,
seperti ketika seseorang tidak memiliki air kemudian ia bertayamum sebelum
sholat, setelah itu dia menemukan air, maka batalah tayamum nya dan ia harus
berwudhu, Rasulullah SAW bersabada “Debu itu
cukup bagimu untuk bersuci selama kamu tidak mendapatkan air. Apabila kamu
telah mendapatkan air, maka usapkanlah ia ke kulitmu”[2]
5.
BEBERAPA
HAL PENTING BERKAITAN DENGAN TAYAMUM
·
Sebelum bertayamum hendaknya membersihkan muka dari segala sesuatu
yang menghalangi air ke kulit seperti cat dll.
·
Tayamum meruapakan pengganti wudhu atau mandi dalam keadaan darurat,
oleh sebab itu dengan bertayamum seseorang boleh mengerjakan shalat, memegang
mushaf Al-Qur’an dan sebagainya sebelum batal tayamumnya
·
Dengan satu kali tayamum, dibolehkan mengerjakan shalat fardhu ataupun
sunnah berapa saja dikendaki, tidak usah mengulangi tayamumnya apabila ingin
sholat kembali selama tayamumnya tidak batal.[3] Akan
tetapi mengenai pengunaan tayamum untuk sholat fardhu ini, ada beberapa
pendapat. Yang pertama yang sudah dijelas kan tadi, yang kedua tayamum tidak
bisa digunakan untuk sholat fardhu selanjutnya, cukup untuk satu kali sholat
fardhu saja, terkecuali sholat sunnat tidak mengapanih tambhan gesan
mkalh kita. simpan dimnakh dlu, kena kita gawi.
Tidak mengangkat hadats, akan tetapi dengan tayammum dibolehkan untuk shalat. Demikian pendapat Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam pendapatnya yang masyhur. Berdasarkan pendapat ini, seseorang wajib bertayammum setiap hendak mengerjakan shalat, karena tayammum yang sebelumnya batal dengan masuknya waktu shalat yang berikutnya. Mereka berdalil dengan hadits ‘Amr bin Al-’Ash z yang menyebutkan sabda Nabi n kepada ‘Amr yang shalat, bahkan mengimami manusia dengan tayammum tersebut:
“Wahai ‘Amr, engkau shalat bersama teman-temanmu sedangkan engkau dalam keadaan junub?”
Nabi n menyebutnya junub, padahal dia telah bersuci dengan tayammum. Namun akhirnya ketika ‘Amr menjelaskan sebab tayammumnya, Nabi n tertawa dan tidak mengatakan apa-apa.
Tidak mengangkat hadats, akan tetapi dengan tayammum dibolehkan untuk shalat. Demikian pendapat Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam pendapatnya yang masyhur. Berdasarkan pendapat ini, seseorang wajib bertayammum setiap hendak mengerjakan shalat, karena tayammum yang sebelumnya batal dengan masuknya waktu shalat yang berikutnya. Mereka berdalil dengan hadits ‘Amr bin Al-’Ash z yang menyebutkan sabda Nabi n kepada ‘Amr yang shalat, bahkan mengimami manusia dengan tayammum tersebut:
“Wahai ‘Amr, engkau shalat bersama teman-temanmu sedangkan engkau dalam keadaan junub?”
Nabi n menyebutnya junub, padahal dia telah bersuci dengan tayammum. Namun akhirnya ketika ‘Amr menjelaskan sebab tayammumnya, Nabi n tertawa dan tidak mengatakan apa-apa.
6.
BERTAYAMUM
TETAPI ADA PERBAN DIBAGIAN ANGGOTA TAYAMUM
Dari riwayat sahabat Jabir r.a “Kami keluar untuk
bersafar, kemudian salah seorang di antara kami ada yang terkena batu maka
terlukalah kepalanya. Kemudian orang tersebut mimpi basah, lalu orang tersebut
bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah kalian mendapati untukku
keringanan untuk bertayamum?” mereka menjawab: “Kami tidak mendapatkan adanya
keringanan bagimu sedang kamu mampu untuk menggunakan air.” Kemudian orang
tersebut mandi lalu meninggal. Kemudian setelah kami sampai kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam aku memberitahukan kepada beliau tentang hal ini,
kemudian beliau bersabda: “Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh
mereka, mengapa mereka tidak mau bertanya jika mereka tidak tahu, sesungguhnya
obat dari tidak tahu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya untuk
bertayamum dan menutup lukanya tersebut dengan potongan kain, kemudian dia
cukup untuk mengusapnya.” (HR. Abu Daud)”. Dari hadist tersebut dapat
dipahami apabila kita hendak bertayamum akan tetapi ada perban didaerah tangan
atau wajah, maka cukup dengan mengusap perbannya, tidak usah melepaskannya yang
akan berbahaya.[4]
Hadist tentang Mandi Janabat
(1)
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا
اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا
يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي الْمَاءِ فَيُخَلِّلُ
بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ (أخرجه البخاري فى كتاب الغسل, باب
الوضوء قبل الغسل
Artinya:
Bahwasanya Nabi SAW apabila beliau mandi junub beliau memulai membasuh kedua
tangannya, kemudian berwudhu seperti wudhu untuk sholat, kemudian memasukan
jari-jarinya kedalam air maka beliau menyela-nyela rambutnya dengan jari-jari
beliau, kemudian menuangkan air kekepala beliau dengan 3 kali cidukan dengan
kedua tangannya kemudian ia mengguyurkan keseleruh kulitnya
Hadist tentang Mandi Janabat (2)
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كُلُّهُمْ عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ
إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ
مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ
لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ
تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ (أخرجه مسلم فى كتاب الحيض, باب حكم
ضفائر المغتسلة)
Artinya:
Ummu salamah bertanya: wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah
perempuan yang sangat keras kepang rambutnya apakah aku harus membukanya untuk
mandi janabah ? Rasulullah menjawab : Tidak, sesungguhnya cukup bagi kamu untuk
menyela-nyelai kepalamu tiga kali kemudian menyiram air diatasnya, maka kamu
sudah suci”
B.
MANDI JANABAT
Mandi adalah mengguyurkan air keseluruh
badan, sedangkan menurut syara’ mengguyurkan air keseluruh badan dengan
disertai niat. Sedangkan Janabat, menurut istilah orang yang wajib mandi
dikarenakan berjima’ atau karena keluar air mani
1.
HUKUM DAN KEDUDUKAN MANDI JANABAT
Adapun yang berkaitan dengan mandi
besar yaitu menyiram sekujur tubuh dengan air. Dasarnya dalah firman Allah
Ta’ala : "Dan jika kamu junub maka mandilah" (Al Maidah : 6). Dan
firman Allah : "(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi" (An Nisa : 43)
2.
HAL-HAL MEWAJIBKAN MANDI JANABAT
·
Mengeluarkan air mani
dengan syahwat walaupun dalam keadaan tidur atau tidak
·
Jima’ (hubungan suami
istri) walaupun tidak keluar mani Dari Abu Hurairoh
r.a dari Nabi saw bersabda : “Apabila seseorang duduk antara empat bagiannya
(tubuh perempuan) kemudian ia bersungguh-sungguh maka telah wajib atasnya
mandi. Dan salah satu riwayat dalam Shahih Muslim “walaupun tidak keluar”
·
Berhentinya haid atau nifas
bagi wanita
·
Orang kafir masuk islam, Hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim tentang kisah
Tsumamah bin Utsal radhiyallahu ‘anhu yang sengaja mandi kemudian menghadap
kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam untuk masuk Islam
·
Orang yang
meninggal wajib dimandikan, “Mandikanlah dia tiga kali atau lima atau tujuh
atau lebih jika kalian melihatnya dengan air dan daun bidara”. (HR.
Bukhary-Muslim).
3.
TATA CARA MANDI
JANABAT
Dalam tata cara
mandi janabat ini ada yang mujzi (mencukupi atau memadai) yaitu niat karena
niat dapat menshohehkan amal perbuatan seseorang, kemudian menyiram kepala
sampai kedasar rambut dan seluruh anggota badan dengan air sesuai riwayat “Kami
(para shahabat) saling membicarakan tentang mandi junub di sisi Nabi
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam maka beliau berkata : Adapun saya,
cukup dengan menuangkan air di atas kepalaku tiga kali kemudian setelah itu
menyiramkan air ke seluruh badanku”. (HR. Ahmad dan dishohihkan oleh An-Nawawy
dalam Al-Majmu’ 2/209 dan asal hadits ini dalam riwayat Bukhary-Muslim).
Adapun cara yang
sempurna yaitu yang pertama dari riwayat Aisyah r.a “Bahwasanya Nabi
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kalau mandi dari janabah maka
beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya –dalam riwayat Muslim,
kemudian beliau menuangkan (air) dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya
lalu beliau mencuci kemaluannya- kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk
sholat kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian menyela
dasar-dasar rambutnya sampai beliau menyangka sampainya air kedasar rambutnya
kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian
beliau menyiram seluruh tubuhnya. (HR. Bukhary-Muslim)”.[5] Yang
kedua dari riwayat Maimunah r.a “Saya meletakkan untuk Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam air mandi janabah maka beliau
menuangkan dengan tangan kanannya diatas tangan kirinya dua kali atau tiga kali
kemudian mencuci kemaluannya kemudian menggosokkan tangannya di tanah atau
tembok dua kali atau tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup
air) kemudian mencuci mukanya dan kedua tangannya sampai siku kemudian menyiram
kepalanya kemudian menyiram seluruh tubuhnya kemudian mengambil posisi/tempat,
bergeser lalu mencuci kedua kakinya kemudian saya memberikan padanya kain
(semacam handuk-pent.) tetapi beliau tidak menginginkannya lalu beliau menyeka
air dengan kedua tangannya. (HR. Bukhary-Muslim)”. Dari kedua hadist diatas
dapat disimpulkan:
·
Membasuh kedua
telapak tangan tiga kali
·
Mencuci kemaluan
dan tempat yang terkena air mani.
·
Mencuci tangan lagi
sesudah mencuci kemaluan dan membersihkannya dengan sabun ataupun yang
selainnya, seperti tanah.
·
Berwudhu dengan
sempurna seperti wudhu untuk shalat. Dalam hal ini ada perbedaan pendapat dari
kedua hadist tersebut, apakah setelah mandi baru mencuci kakinya atau sebelum
mandi mencuci kakinya, disini Imam Malik mengambil jalan tengah yaitu apabila
tempat yang kita mandikan itu dalam keadaan kotor maka setelah mandi membasuh
kakinya, tetapi apabila tempatnya bersih maka sebelum mandi mencuci kakinya.
·
Menyilang-nyilangi jari
tangan sampai terasa air meresap dikulit kepala
·
Kemudian menuangkan air
kekepala sebanyak 3 kali. Lalu menyiram air keseluruh tubuh dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan mendahulukan yang kanan sampai merata dan mengenai
seluruh kulit.[6]
4. TATA
CARA MANDI JANABAT BAGI WANITA
Tata
cara mandi janabat pada wanita sama saja dengan laki-laki, akan tetapi wanita
tidak wajib menyela jalinan rambutnya, tetapi menyiramkan air sampai
keakar-akar rambutnya, sesuai dengan hadist Ummu Salamah r.a, ada seorang
wanita bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya aku ini seorang wnaita
yang memiliki banyak jalinan rambut, apakah aku harus menruraikannya dalam
mandi junub?” Beliau menjawab, “Engkau cukup menyiramkan air keatas rambut
dengan tiga siraman, kemudian membasahi seluruh badan. Dengan demikian engkau
sudah suci. “(HR. Ahmad, Muslim, dan at-Tirmidzi).[7]
5.
TATA CARA
MANDI BAGI WANITA HAID ATAU NIFAS
Adapun orang
yang haid atau nifas, maka tata cara mandinya sama dengan mandi janabah kecuali dalam beberapa perkara.
Disunnahkan baginya
untuk mengambil potongan kain, kapasatau yang sejenisnya kemudian diberi
wangi-wangian harum-haruman kemudian dioleskan digosokkan pada tempat keluarnya
darah (kemaluannya) untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang
sedap. Hal ini didasarkan pada hadits ’Aisyah : "Sesungguhnya ada seorang perempuan datang kepada Nabi sho-llallahu
’alaihi wa ’ala alihi wa sallam bertanya tentang mandi
dari Haid. Maka Nabi menjawab ambillah secarik kain yang diberi
wangi-wangian kemudian kamu bersuci
dengannya. Dia bertanya lagi :Bagaimana saya bersuci
dengannya?. Nabi shollallahu ’alaihi wa ’alaalihi wa sallam menjawab
: Bersucilah dengannya . Dia bertanya lagibagaimana?. Nabi Menjawab :
Subhanallah, bersucilah dengannya.Kemudian akupun menarik perempuan itu ke
arahku, kemudian sayaberkata : Ikutilah (cucila) bekas-bekas darah
(kemaluan)". Dan juga disunnahkan membuka kepang rambut padanya.
6. SYARAT-SYARAT AIR YANG DIGUNAKAN
DALAM MANDI JANABAT/JUNUB
·
Air dalam keadaan mengalir
Air yang suci
dan mengalir dapat digunakan untuk mensucikan anggota badan atau pakaian yang
terkena najis. Air yang mengalir ini banyak sekali kita jupai, seperti air
sungai, air kran, atau air yang kita alirkan sendiri seperti air dari timba.
·
Minimal volume air Dua
Kulah
Apabila air
tidak dapat mengalir, minimal air suci yang harus kita gunakan untuk bersuci
adalah dua kulah. Ada beberapa pendapat mengenai volume dari dua kulah ini.
Menurut Al Nawawi, 2 kulah itu sama dengan 174,580 Liter (55,9 cm kubik).
Menurut Al -Rafi’i, sama dengan 176,245 liter (56,1 cm kubik). Sedangkan
menurut Imam Al Bagdadi dua kulah itu setara dengan 245,325 liter (62,4 cm
kubik).
·
Suci dari najis dan belum
pernah dipakai
Maksudnya adalah air tersebut
tidak dalam keadaan tercemar oleh najis dan belum pernah dipakai untuk bersuci
sebelumnya. Air yang suci dari najis akan tetapi sudah pernah dipakai untuk
bersuci tidak dapat digunakan untuk menyucikan benda yang terkena najis.[8]
Bab III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Tayamum
Tayamum merupakan pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air
bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Didalam
Al-Qur’an dan Hadist juga dijelaskan bahwa apabila kita tidak mendapati air
atau keadaan darurat lainnya maka kita diperintahkan untuk bertayamum terutama
pada surah Al-Maidah ayat 6. Tata cara bertamum juga dijelaskan dalam hadist Bukhari
Muslim yaitu “Semestinya
cukup bagimu memukul tanah dengan kedua tanganmu satu kali kemudian kamu
mengusap dengan keduanya wajah dan kedua telapak tanganmu”. Hal-hal yang membatalkan
tayamum juga sama dengan hal-hal yang membatalkan wudhu, dan apabila sudah
sirna halangan kita dalam pemakaian air, seperti orang yang sudah mendapati
air, maka tayamumnya batal dan dia harus berwudhu.
2.
Mandi Janabat
Mandi Janabat merupakan mandi
wajib dengan mengguyurkan air keseluruh tubuh karena berjima’/ hubungan suami
istri serta keluarnya air mani dengan syahwat. Di Al-qur’an Allah menerangkan
dalam surah Al-Maidah ayat 6 tentang perintah mandi junub dan tata caranya,
akan tetapi caranya ini masih umum. Yang jelasnya terdapat pada hadist-hadist
Nabi yaitu dari riwayat Aisyah dan Maimunah r.a tentang tata cara Nabi mandi
Janabat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mun’im Abu Abbas, Adil
Abdul, Ketika Menikah Jadi Pilihan, Almahira, 2008.
·
Al-Mahfani, M.
Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat, Jakarta Selatan: PT Wahyu Media,
2008.
·
Bagir, Muhammad, Fiqih Praktis I, Bandung: Karisma,
2008.
·
Sa’di, Adil, Fiqhun-Nisa Thaharah-Sholat, Jakarta
Selatan: Hikmah, 2008.
·
http://bangbandrex.blogdetik.com/kriteria-air-suci-dan-mensucikan/
[2] Adil Sa’di, Fiqhun-Nisa
Thaharah-Sholat (Jakarta Selatan: Hikmah, 2008), 63
[3] Muhammad Bagir, Fiqih
Praktis I (Bandung: Karisma, 2008), 92.
[6] M. Khalilurrahman
Al-Mahfani, Buku Pintar Shalat (Jakarta Selatan: PT Wahyu Media, 2008),
25.
[7] Adil Abdul Mun’im Abu
Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, (Almahira, 2008), 163.
[8] http://bangbandrex.blogdetik.com/kriteria-air-suci-dan-mensucikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar