Jumat, 28 Oktober 2016

TAYAMUM DAN MANDI JANABAT



Bab I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam berkehidupan sehari-hari kita tak luput dari kata bersuci, karena bersuci merupakan sebagian dari iman. Maka dari itu kami akan memaparkan dari makalah ini tentang tayamum dan mandi janabat. Sebelum membahas hal itu, kita harus tarus tahu apa itu tayamum dan mandi janabat, apakah tayamum sama dengan wudhu tata caranya, serta apakah mandi janabat sama dengan mandi biasa yang kita lakukan. Hal inilah yang akan kami bahas dalam makalah ini. Akan tetapi tidak luput dari Al-Qur’an dan Hadist.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Tayamum dan Mandi Janabat
2.      Bagaimana Hukum serta Kedudukan Tayamum dan Mandi Janabat
3.      Bagaimana Tata cara Tayamum dan Mandi Janabat.
C.     Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa ataupun pembaca dapat mengetahui masalah-masalah dalam Tayamum dan Mandi Janabat sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist, serta memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah Hadist Bapak H. Rif’an Syafruddin, Lc, MA pada semester 1 (Ganjil) ini.
Bab II
PEMBAHASAN
Hadist tentang Tayamum
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ( أخرجه البخاري فى كتاب التيمم باب المتيمم هل ينفخ فيهما )
Artinya: diriwayatkan dari Ammar bin Yasir r.a. : aku pernah berkata kepada Umar bin Al Khaththab r.a. :”ingatkah engkau ketika kau dan aku (sedang dalam keadaan junub) bersama-sama dalam sebuah perjalanan dan kau tidak mengerjakan shalat tetapi aku berguling-guling di atas tanah dan mengerjakan shalat? Aku memberitahukan kejadian ini kepada Rasulullah SAW dan beliau bersabda,”cukuplah bagimu berbuat seperti ini”. Nabi Muhammad Saw. Kemudian menekankan (kedua telapak tangannya) dengan ringan ke atas tanah lalu meniupnya dan mengusapkan debu itu ke wajah dan kedua belah tangannya yang mulia.
A.      TAYAMUM
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih.
1.      HUKUM DAN KEDUDUKAN TAYAMUM
Adapun yang berkaitan engan bersuci tayamum,maka tayamum itu adalah pengganti air. Dalilnya adalah firman Allah : "Maka jika kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci." (Al Maidah : 6). Sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-: "Telah dijadikan bagiku bumi sebagai mesjid dan alat untuk bersuci." [H. R. Bukhari dan Muslim] Maka bertayamaum dibolehkan dalam dua kondisi : saat tidak mendapati air dan saat tidak mampu untuk memakai air disebabkan sakit atau semisalnya. Bertayamum dilakukan untuk kedua macam hadats, hadats kecil seperti kencing, berak atau buang angin, dan hadats besar seperti bersetubuh atau keluar mani.
2.      SEBAB-SEBAB YANG MEMBOLEHKAN BERTAYAMUM
·           Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak.
·           Terdapat air dalam jumlah terbatas, sementara ada kebutuhan lain yang juga memerlukan air tersebut, seperti untuk minum dan memasak
·           Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit
·           Ketidakmampuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat
·           Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.[1]

3.      TATA CARA BERTAYAMUM
Imam Ahmad berpendapat bahwa tayamum hanya dengan memukul tanah satu kali, lalu mengusap wajah dan telapak tangan sampai pergelangan, tidak sampai siku. Imam Ahmad berkata, “Barangsiapa berkata bahwa tayamum dengan (mengusap kedua tangan) sampai siku maka ia adalah sesuatu yang dia tambahkan dari dirinya. ”Sabda Nabi saw kepada Ammar bin Yasir,
“Semestinya cukup bagimu memukul tanah dengan kedua tanganmu satu kali kemudian kamu mengusap dengan keduanya wajah dan kedua telapak tanganmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini secara jelas bahwa tayamum yang diajarkan oleh Nabi saw kepada Ammar adalah dengan memukul tanah satu kali dan tangan yang diusap adalah kedua telapak tangan, sampai pergelangan bukan sampai siku.
Imam an-Nawawi berkata, al-Baihaqi berkata dalam kitabnya Ma’rifah as-Sunan wa al-Atsar, asy-Syafi’i berkata, “Yang menghalangi kami mengambil riwayat Ammar tentang wajah dan dua telapak tangan adalah shahihnya hadits dari Rasulullah saw bahwa beliau mengusap wajah dan kedua sikunya, bahwa hal ini lebih mirip kepada al-Qur`an dan kias, dan bahwa pengganti adalah seperti apa yang digantikannya.”
Yang dimaksud hadits shahih yang disinggung dalam ucapan asy-Syafi’i disebutkan oleh al-Baihaqi dari hadits Jabir, al-Baihaqi menyatakannya hasan dengan syahid-syahidnnya, dari Nabi saw, “Tayamum satu kali pukulan untuk wajah dan satu kali pukulan untuk kedua tangan sampai siku.”
Pendapat ini juga berdalil kepada sabda Nabi saw,
“Tayamum dua kali pukulan, satu untuk wajah dan satu untuk kedua tangan sampai kedua siku.” (HR. ad-Daruquthni dari Ibnu Umar).
Pendapat Imam Ahmad adalah pendapat yang rajih dalam perkara ini, karena Pertama: Lebih dekat kepada pemahaman ayat, karena kata Yad dan jamaknya adalah Aidy yang berarti tangan hanya mencakup telapak tangan saja tidak sampai siku. Kedua: Tangan dalam tayamum tidak bisa dikiaskan dengan tangan dalam wudhu karena perbedaan kewajiban di antara keduanya, dalam wudhu ia dibasuh sementara dalam tayamum ia diusap. Ketiga: Hadits Ammar adalah hadits Muttafaq alaihi, tingkat keshahihannya tertinggi, ia patut dikedepankan dalam perkara tarjih, ini dengan asumsi bahwa hadits dua kali pukulan sampai siku shahih, tetap ia harus minggir di depan hadits Ammar.
4.      PERKARA YANG MEMBATALKAN TAYAMUM
Semua perkara yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum, serta apabila telah hilang hal-hal yang membolehkan seseorang bertayamum, seperti ketika seseorang tidak memiliki air kemudian ia bertayamum sebelum sholat, setelah itu dia menemukan air, maka batalah tayamum nya dan ia harus berwudhu, Rasulullah SAW bersabada “Debu itu cukup bagimu untuk bersuci selama kamu tidak mendapatkan air. Apabila kamu telah mendapatkan air, maka usapkanlah ia ke kulitmu”[2]
5.      BEBERAPA HAL PENTING BERKAITAN DENGAN TAYAMUM
·         Sebelum bertayamum hendaknya membersihkan muka dari segala sesuatu yang menghalangi air ke kulit seperti cat dll.
·         Tayamum meruapakan pengganti wudhu atau mandi dalam keadaan darurat, oleh sebab itu dengan bertayamum seseorang boleh mengerjakan shalat, memegang mushaf Al-Qur’an dan sebagainya sebelum batal tayamumnya
·         Dengan satu kali tayamum, dibolehkan mengerjakan shalat fardhu ataupun sunnah berapa saja dikendaki, tidak usah mengulangi tayamumnya apabila ingin sholat kembali selama tayamumnya tidak batal.[3] Akan tetapi mengenai pengunaan tayamum untuk sholat fardhu ini, ada beberapa pendapat. Yang pertama yang sudah dijelas kan tadi, yang kedua tayamum tidak bisa digunakan untuk sholat fardhu selanjutnya, cukup untuk satu kali sholat fardhu saja, terkecuali sholat sunnat tidak mengapanih tambhan gesan mkalh kita. simpan dimnakh dlu, kena kita gawi.
Tidak mengangkat hadats, akan tetapi dengan tayammum dibolehkan untuk shalat. Demikian pendapat Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam pendapatnya yang masyhur. Berdasarkan pendapat ini, seseorang wajib bertayammum setiap hendak mengerjakan shalat, karena tayammum yang sebelumnya batal dengan masuknya waktu shalat yang berikutnya. Mereka berdalil dengan hadits ‘Amr bin Al-’Ash z yang menyebutkan sabda Nabi n kepada ‘Amr yang shalat, bahkan mengimami manusia dengan tayammum tersebut:

“Wahai ‘Amr, engkau shalat bersama teman-temanmu sedangkan engkau dalam keadaan junub?”
Nabi n menyebutnya junub, padahal dia telah bersuci dengan tayammum. Namun akhirnya ketika ‘Amr menjelaskan sebab tayammumnya, Nabi n tertawa dan tidak mengatakan apa-apa.
6.      BERTAYAMUM TETAPI ADA PERBAN DIBAGIAN ANGGOTA TAYAMUM
Dari riwayat sahabat Jabir r.a “Kami keluar untuk bersafar, kemudian salah seorang di antara kami ada yang terkena batu maka terlukalah kepalanya. Kemudian orang tersebut mimpi basah, lalu orang tersebut bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah kalian mendapati untukku keringanan untuk bertayamum?” mereka menjawab: “Kami tidak mendapatkan adanya keringanan bagimu sedang kamu mampu untuk menggunakan air.” Kemudian orang tersebut mandi lalu meninggal. Kemudian setelah kami sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku memberitahukan kepada beliau tentang hal ini, kemudian beliau bersabda: “Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh mereka, mengapa mereka tidak mau bertanya jika mereka tidak tahu, sesungguhnya obat dari tidak tahu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya untuk bertayamum dan menutup lukanya tersebut dengan potongan kain, kemudian dia cukup untuk mengusapnya.” (HR. Abu Daud)”. Dari hadist tersebut dapat dipahami apabila kita hendak bertayamum akan tetapi ada perban didaerah tangan atau wajah, maka cukup dengan mengusap perbannya, tidak usah melepaskannya yang akan berbahaya.[4]

Hadist tentang Mandi Janabat (1)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي الْمَاءِ فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ (أخرجه البخاري فى كتاب الغسل, باب الوضوء قبل الغسل
Artinya: Bahwasanya Nabi SAW apabila beliau mandi junub beliau memulai membasuh kedua tangannya, kemudian berwudhu seperti wudhu untuk sholat, kemudian memasukan jari-jarinya kedalam air maka beliau menyela-nyela rambutnya dengan jari-jari beliau, kemudian menuangkan air kekepala beliau dengan 3 kali cidukan dengan kedua tangannya kemudian ia mengguyurkan keseleruh kulitnya
Hadist tentang Mandi Janabat (2)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كُلُّهُمْ عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ (أخرجه مسلم فى كتاب الحيض, باب حكم ضفائر المغتسلة)
Artinya: Ummu salamah bertanya: wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah perempuan yang sangat keras kepang rambutnya apakah aku harus membukanya untuk mandi janabah ? Rasulullah menjawab : Tidak, sesungguhnya cukup bagi kamu untuk menyela-nyelai kepalamu tiga kali kemudian menyiram air diatasnya, maka kamu sudah suci”

B.       MANDI JANABAT
Mandi adalah mengguyurkan air keseluruh badan, sedangkan menurut syara’ mengguyurkan air keseluruh badan dengan disertai niat. Sedangkan Janabat, menurut istilah orang yang wajib mandi dikarenakan berjima’ atau karena keluar air mani
1.      HUKUM DAN KEDUDUKAN MANDI JANABAT
Adapun yang berkaitan dengan mandi besar yaitu menyiram sekujur tubuh dengan air. Dasarnya dalah firman Allah Ta’ala : "Dan jika kamu junub maka mandilah" (Al Maidah : 6). Dan firman Allah : "(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi" (An Nisa : 43)
2.      HAL-HAL MEWAJIBKAN MANDI JANABAT
·         Mengeluarkan air mani dengan syahwat walaupun dalam keadaan tidur atau tidak
·         Jima’ (hubungan suami istri) walaupun tidak keluar mani Dari Abu Hurairoh r.a dari Nabi saw bersabda : “Apabila seseorang duduk antara empat bagiannya (tubuh perempuan) kemudian ia bersungguh-sungguh maka telah wajib atasnya mandi. Dan salah satu riwayat dalam Shahih Muslim “walaupun tidak keluar”
·         Berhentinya haid atau nifas bagi wanita
·         Orang kafir masuk islam,  Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim tentang kisah Tsumamah bin Utsal radhiyallahu ‘anhu yang sengaja mandi kemudian menghadap kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam untuk masuk Islam
·         Orang yang meninggal wajib dimandikan, “Mandikanlah dia tiga kali atau lima atau tujuh atau lebih jika kalian melihatnya dengan air dan daun bidara”. (HR. Bukhary-Muslim).


3.      TATA CARA MANDI JANABAT
Dalam tata cara mandi janabat ini ada yang mujzi (mencukupi atau memadai) yaitu niat karena niat dapat menshohehkan amal perbuatan seseorang, kemudian menyiram kepala sampai kedasar rambut dan seluruh anggota badan dengan air sesuai riwayat “Kami (para shahabat) saling membicarakan tentang mandi junub di sisi Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam maka beliau berkata : Adapun saya, cukup dengan menuangkan air di atas kepalaku tiga kali kemudian setelah itu menyiramkan air ke seluruh badanku”. (HR. Ahmad dan dishohihkan oleh An-Nawawy dalam Al-Majmu’ 2/209 dan asal hadits ini dalam riwayat Bukhary-Muslim).
Adapun cara yang sempurna yaitu yang pertama dari riwayat Aisyah r.a “Bahwasanya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kalau mandi dari janabah maka beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya –dalam riwayat Muslim, kemudian beliau menuangkan (air) dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya lalu beliau mencuci kemaluannya- kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk sholat kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya sampai beliau menyangka sampainya air kedasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya. (HR. Bukhary-Muslim)”.[5] Yang kedua dari riwayat Maimunah r.a “Saya meletakkan untuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam air mandi janabah maka beliau menuangkan dengan tangan kanannya diatas tangan kirinya dua kali atau tiga kali kemudian mencuci kemaluannya kemudian menggosokkan tangannya di tanah atau tembok dua kali atau tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air) kemudian mencuci mukanya dan kedua tangannya sampai siku kemudian menyiram kepalanya kemudian menyiram seluruh tubuhnya kemudian mengambil posisi/tempat, bergeser lalu mencuci kedua kakinya kemudian saya memberikan padanya kain (semacam handuk-pent.) tetapi beliau tidak menginginkannya lalu beliau menyeka air dengan kedua tangannya. (HR. Bukhary-Muslim)”. Dari kedua hadist diatas dapat disimpulkan:
·                Membasuh kedua telapak tangan tiga kali
·                Mencuci kemaluan dan tempat yang terkena air mani.
·                Mencuci tangan lagi sesudah mencuci kemaluan dan membersihkannya dengan sabun ataupun yang selainnya, seperti tanah.
·                Berwudhu dengan sempurna seperti wudhu untuk shalat. Dalam hal ini ada perbedaan pendapat dari kedua hadist tersebut, apakah setelah mandi baru mencuci kakinya atau sebelum mandi mencuci kakinya, disini Imam Malik mengambil jalan tengah yaitu apabila tempat yang kita mandikan itu dalam keadaan kotor maka setelah mandi membasuh kakinya, tetapi apabila tempatnya bersih maka sebelum mandi mencuci kakinya.
·                Menyilang-nyilangi jari tangan sampai terasa air meresap dikulit kepala
·                Kemudian menuangkan air kekepala sebanyak 3 kali. Lalu menyiram air keseluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan mendahulukan yang kanan sampai merata dan mengenai seluruh kulit.[6]

4.      TATA CARA MANDI JANABAT BAGI WANITA
Tata cara mandi janabat pada wanita sama saja dengan laki-laki, akan tetapi wanita tidak wajib menyela jalinan rambutnya, tetapi menyiramkan air sampai keakar-akar rambutnya, sesuai dengan hadist Ummu Salamah r.a, ada seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya aku ini seorang wnaita yang memiliki banyak jalinan rambut, apakah aku harus menruraikannya dalam mandi junub?” Beliau menjawab, “Engkau cukup menyiramkan air keatas rambut dengan tiga siraman, kemudian membasahi seluruh badan. Dengan demikian engkau sudah suci. “(HR. Ahmad, Muslim, dan at-Tirmidzi).[7]
5.      TATA CARA MANDI BAGI WANITA HAID ATAU NIFAS
Adapun orang yang haid atau nifas, maka tata cara mandinya sama dengan mandi janabah kecuali dalam beberapa perkara.
Disunnahkan baginya untuk mengambil potongan kain, kapasatau yang sejenisnya kemudian diberi wangi-wangian harum-haruman kemudian dioleskan digosokkan pada tempat keluarnya darah (kemaluannya) untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap. Hal ini didasarkan pada hadits ’Aisyah : "Sesungguhnya ada seorang perempuan datang kepada Nabi sho-llallahu ’alaihi wa ’ala alihi wa sallam bertanya tentang mandi dari Haid. Maka Nabi menjawab ambillah secarik kain yang diberi wangi-wangian kemudian kamu bersuci dengannya. Dia bertanya lagi :Bagaimana saya bersuci dengannya?. Nabi shollallahu ’alaihi wa ’alaalihi wa sallam menjawab : Bersucilah dengannya . Dia bertanya lagibagaimana?. Nabi Menjawab : Subhanallah, bersucilah dengannya.Kemudian akupun menarik perempuan itu ke arahku, kemudian sayaberkata : Ikutilah (cucila) bekas-bekas darah (kemaluan)". Dan juga disunnahkan membuka kepang rambut padanya.
6.      SYARAT-SYARAT AIR YANG DIGUNAKAN DALAM MANDI JANABAT/JUNUB
·         Air dalam keadaan mengalir
Air yang suci dan mengalir dapat digunakan untuk mensucikan anggota badan atau pakaian yang terkena najis. Air yang mengalir ini banyak sekali kita jupai, seperti air sungai, air kran, atau air yang kita alirkan sendiri seperti air dari timba.
·         Minimal volume air Dua Kulah
Apabila air tidak dapat mengalir, minimal air suci yang harus kita gunakan untuk bersuci adalah dua kulah. Ada beberapa pendapat mengenai volume dari dua kulah ini. Menurut Al Nawawi, 2 kulah itu sama dengan 174,580 Liter (55,9 cm kubik). Menurut Al -Rafi’i, sama dengan 176,245 liter (56,1 cm kubik). Sedangkan menurut Imam Al Bagdadi dua kulah itu setara dengan 245,325 liter (62,4 cm kubik).
·         Suci dari najis dan belum pernah dipakai
Maksudnya adalah air tersebut tidak dalam keadaan tercemar oleh najis dan belum pernah dipakai untuk bersuci sebelumnya. Air yang suci dari najis akan tetapi sudah pernah dipakai untuk bersuci tidak dapat digunakan untuk menyucikan benda yang terkena najis.[8]






Bab III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Tayamum
Tayamum merupakan pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Didalam Al-Qur’an dan Hadist juga dijelaskan bahwa apabila kita tidak mendapati air atau keadaan darurat lainnya maka kita diperintahkan untuk bertayamum terutama pada surah Al-Maidah ayat 6. Tata cara bertamum juga dijelaskan dalam hadist Bukhari Muslim yaitu “Semestinya cukup bagimu memukul tanah dengan kedua tanganmu satu kali kemudian kamu mengusap dengan keduanya wajah dan kedua telapak tanganmu”. Hal-hal yang membatalkan tayamum juga sama dengan hal-hal yang membatalkan wudhu, dan apabila sudah sirna halangan kita dalam pemakaian air, seperti orang yang sudah mendapati air, maka tayamumnya batal dan dia harus berwudhu.
2.      Mandi Janabat
Mandi Janabat merupakan  mandi wajib dengan mengguyurkan air keseluruh tubuh karena berjima’/ hubungan suami istri serta keluarnya air mani dengan syahwat. Di Al-qur’an Allah menerangkan dalam surah Al-Maidah ayat 6 tentang perintah mandi junub dan tata caranya, akan tetapi caranya ini masih umum. Yang jelasnya terdapat pada hadist-hadist Nabi yaitu dari riwayat Aisyah dan Maimunah r.a tentang tata cara Nabi mandi Janabat.



DAFTAR PUSTAKA
·         Mun’im Abu Abbas, Adil Abdul, Ketika Menikah Jadi Pilihan, Almahira, 2008.
·         Al-Mahfani, M. Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat, Jakarta Selatan: PT Wahyu Media, 2008.
·         Bagir, Muhammad, Fiqih Praktis I, Bandung: Karisma, 2008.
·         Sa’di, Adil, Fiqhun-Nisa Thaharah-Sholat, Jakarta Selatan: Hikmah, 2008.
·         http://bangbandrex.blogdetik.com/kriteria-air-suci-dan-mensucikan/


[2] Adil Sa’di, Fiqhun-Nisa Thaharah-Sholat (Jakarta Selatan: Hikmah, 2008), 63
[3] Muhammad Bagir, Fiqih Praktis I (Bandung: Karisma, 2008), 92.
[6] M. Khalilurrahman Al-Mahfani, Buku Pintar Shalat (Jakarta Selatan: PT Wahyu Media, 2008), 25.
[7] Adil Abdul Mun’im Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, (Almahira, 2008), 163.
[8] http://bangbandrex.blogdetik.com/kriteria-air-suci-dan-mensucikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar