Jumat, 28 Oktober 2016

MAHAR DAN WALI


MAHAR
A.Pengertian Mahar
            Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri dengan sebab pernikahan. Pemberian wajib itu bisa berupa uang, benda perhiasan atau jasa seperti mengajar Al-Qur’an.
Mahar adalah sesuatu yang berharga, mahar minimal ada batasan sedangkan maksimalnya tidak ada batasan.
Yang di cari :
·         kriteria mahar
·         kriteria wali : mumaiz (dapat mengetahui baik dan buruknya)
·         Dr. Alpani daud (Islam dan masyarakat banjar)
·         Apa hukum mahar dan siapa yang menentukan mahar


B. Hukum Mahar dan Menyebut Mahar
            Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan. Meskipun membayar mahar itu wajib hukumnya tetapi menyebutkannya pada saat akad dilangsungkan hukumnya sunat. Oleh karena itu pernikahan tetap sah meskipun pada waktu akad tidak menyebutkan besarnya mahar.

C. Hadits tentang mahar
            Menurut Sahal ibn Saad As Saidy menerangkan:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ ِلأَهَبَ لَكَ نَفْسِي فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتِ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا فَقَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا قَالَ انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي قَالَ سَهْلٌ مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى طَالَ مَجْلِسُهُ ثُمَّ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ قَالَ مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا عَدَّهَا قَالَ أَتَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ (أخرجه البخاري فى كتاب فضائل القرآن باب القراءة عن ظهر قلب)
“Bahwasanya seorang perempuan datang kepada Rasul SAW.Lalu berkata : Ya Rasulullah saya datang kepada Engkau untuk menyerahkan diri saya kepada Engkau. Maka Rasulullah saw. Memandangnya . Rasulullah mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada perempuan itu ( melihat ke atas dan ke bawah). Kemudian beliau menundukkan kepalanya. Manakala perempuan itu meyakini bahwa nabi saw. Tidak mengambil sesuatu keputusan terhadap dirinya, dia pun duduk. Seorang laki-laki sahabat Nabi bangkit berdiri kemudian berkata: Ya Rasulullah, jika anda tidak membutuhkan perempuan ini, kawinkanlah dengan saya. Nabi berkata: Apakah engkau memiliki sesuatu untuk maharnya? orang itu menjawab: Tidak, demi Allah ya Rasulullah. Nabi bersabda: pergilah engkau kepada keluargamu, carilah apakah engkau bisa memperoleh sesuatu? Orang itupun pergi, kemudian kembali kepada Nabi dan berkata: tidak ada apa-apa. Nabi berkata: carilah, walaupun sebentuk cincin besi. Orang itu pergi kemudian kembali lagi dengan berkata: Demi Allah, ya Rasulullah, sebentuk cincin besi pun tidak ada. Akan tetapi ini kain pinggangku (kata sahal: orang itu tidak mempunyai kain selendang), untuknya separuh. Rasulullah berkata: Apa yang dapat engkau lakukan dengan kain pinggangmu ini ? Jika engkau memakainya, tentulah dia tidak dapat memakai apa-apa . Orang itupun duduk, dan duduknya agak lama, kemudian dia pun pergi. Rasulullah melihatnya pergi maka beliau pun menyuruh orang memanggilnya. Setelah ia datang, Nabi bertanya: Apa yang ada padamu dari Al-Qur’an ? Orang itupun menjawab: Besertaku ada surat ini, surat ini dan surat ini. Dia menghitungnya. Nabi bertanya: Apakah engkau menghapalnya? Dia menjawab: Benar. Nabi bersabda: Pergilah, aku telah menyerahkan kepemilikan kepadamu, dengan Al-Qur’an yang ada padamu itu.”( Al Bukhary 66:22;Muslim 16:12; Al lu’lu-u wal Marjan 2: 105).


v Penjelasan:
Pada saat Rasulullah berada di Mesjid, maka datanglah seorang perempuan kepadanya serta berkata:” Ya Rasulullah, kedatangan saya ini adalah untuk menghibahkan diri saya kepada anda, dan menyerahkan urusanku kepada anda.”
Kejadian ini memberi pengertian, menurut kata ulama, bahwa nikah dengan memakai  perkataan “hibah”,dibolehkan bagi Nabi maksudnya “Saya mengawinkan diriku dengan anda.” Dan disini nyatalah bahwa si perempuan yang meng-akadkan nikahnya,bukan walinya.
Mendengar itu Nabi tidak mengatakan apa-apa, tetapi memandang perempuan itu dari atas ke bawah, kemudian beliau menundukkan kepalanya. Setelah lama perempuan itu menanti jawaban Nabi,sedangkan Nabi terus berdiam diri, maka perempuan itu duduk.  Seorang laki-laki bangkit dan menawarkan diri menikahi perempuan Anshar ini. Nama dari perempuan dan laki-laki ini tidak di ketahui oleh ahli Hadits.
Menurut riwayat Ad Daraquthny, orang tersebut bangkit dari duduknya dan berbicara sesudah Nabi bertanya:”Siapakah yang mau menikahi perempuan ini ?”
Nabi bertanya siapakah laki-laki mempunyai sesuatu sebagai mahar.
Ini memberi pengertian bahwa mas kawin merupakan salah satu syarat nikah. Para ulama sepakat menetapkan bahwa tidak boleh ada pernikahan tanpa mahar. Dan hadits ini memberi pengertian pula bahwa sebaiknya mahar itu disebut didalam akad, supaya terang berapa yang harus di berikan.
Al qadhi Iyadh berkata:” Perkataan Nabi ini memberi pengertian bahwa mahar itu harus ada walaupun tidak banyak.”
 Hadits ini menyatakan keharusan adanya mahar, dan mahar itu boleh merupakan usaha mengajarkan Al-qur’an sebagai mana membolehkan kita meminta upah untuk mengajar Al Qur-an ,dan segala benda yang berharga tanpa di batasi jumlahnya.






WALI

A.Pengertian Wali
Seluruh mazhab sepakat bahwa wali dalam hal pernikahan adalah “Wali perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki sesuai dengan perempuan itu.”

B. Kedudukan Wali
            Seperti yang telah diterangkan bahwa wali adalah salah satu rukun nikah. Dengan demikian wali dalam pernikahan merupakan orang laki-laki yang menjadi ketergantungan sahnya pernikahan. Tidaklah sah akad nikah tanpa wali.

C. Hadits tentang wali

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ (أخرجه الترمذي فى كتاب النكاح عن رسول الله باب ما جاء لا نكاح إلا بولي)
Artinya:
            “ Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahahnnya batil, batil, batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatannya yang telah di halalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka sulthan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali.” (HR.Tirmizi)




Dari Hadits tesebut maka dapat diketahui bahwa  tidak ada nikah yang sah kecuali dengan adanya wali, siapapun perempuan yang nikah tanpa memperoleh izin dari walinya maka nikahnya batal atau tidak sah, tetapi jika perempuan itu tidak ada walinya maka penguasa (hakimlah) yang menjadi wali bagi perempuan yang tidak ada walinya itu.

D.  Persyaratan Wali
 Seorang wali harus harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Merdeka (mempunyai kebebasan)
2.      Berakal
3.      Baligh
4.      Islam
5.      Muslim
6.      Laki-laki
7.      Mempunyai hak untuk menjadi wali

E. Macam-macam dan tingkatan wali
.Secara garis besar wali nikah terbagi kepada dua macam yaitu wali Nasab dan wali Hakim. Wali Nasab adalah dari pihak kerabat atau wali hakim, yang dimaksud dengan wali hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dengan sebab tertentu pula.

a. Wali Mujbir
            Mujbir menurut bahasa ialah orang yang memaksa. Mujbir menurut istilah adalah wali yang berhak menikahkan perempuan tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya.

b. Wali Hakim
Telah di jelaskan jika wali terdekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka hak menikahkan berpindah kepada wali dalam tingkat berikutnya.

c. Wali ‘adol
‘Adol artinya enggan, wali ‘adol adalah wali yang enggan atau menolak untuk menikahkan perempuan yang dibawah kewaliannya.
Para ulama sepakat wali tidak boleh menolakuntuk menikahkan perempuan yang di bawah waliannya jika laki-laki calon suaminya itu sekufu dan sanggup membanyar mahar.Bila wali itu menolak maka hak kewaliannya pindah ketangan wali hakim.




 
Penutup
Simpulan
             Mahar atau maskawin adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri dengan apa yang telah di sepakati bisa berupa uang, perhiasan, dan berupa jasa seperti jasa mengajar Al-Qur’an. Namun penyebutan mahar dalam akad hukumnya sunnah.
            Sedangkan Wali adalah wali dari perempuan yang merupakan  salah satu syarat sah nikah dan tanpa wali tidak sah suatu pernikahan. Seorang wali haruslah memenuhi syarat- syarat yang telah di tantukan.




















Daftar Pustaka

Luthfillah.M,M.Ag,fiqih,2008,Jakarta:Akik Pustaka Ridwan.T,M.Ag,Drs,fiqih,2006,Jakarta, Akik Pustaka
Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi Ash,Mutiara Hadits,jilid 5, 2003, Semarang,PT.Pustaka Rizki Putra
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar