MAHAR
A.Pengertian Mahar
Mahar
atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri dengan sebab
pernikahan. Pemberian wajib itu bisa berupa uang, benda perhiasan atau jasa
seperti mengajar Al-Qur’an.
Mahar adalah sesuatu yang
berharga, mahar minimal ada batasan sedangkan maksimalnya tidak ada batasan.
Yang di cari :
·
kriteria mahar
·
kriteria wali : mumaiz
(dapat mengetahui baik dan buruknya)
·
Dr. Alpani daud (Islam dan
masyarakat banjar)
·
Apa hukum mahar dan siapa
yang menentukan mahar
B. Hukum Mahar dan Menyebut Mahar
Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki-laki yang menikah
dengan seorang perempuan. Meskipun membayar mahar itu wajib hukumnya tetapi
menyebutkannya pada saat akad dilangsungkan hukumnya sunat. Oleh karena itu
pernikahan tetap sah meskipun pada waktu akad tidak menyebutkan besarnya mahar.
C. Hadits tentang mahar
Menurut
Sahal ibn Saad As Saidy menerangkan:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي
حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ ِلأَهَبَ لَكَ
نَفْسِي فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ فَلَمَّا
رَأَتِ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ
مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا
حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا فَقَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ لاَ وَاللَّهِ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا
فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا وَجَدْتُ
شَيْئًا قَالَ انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ
فَقَالَ لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَلَكِنْ
هَذَا إِزَارِي قَالَ سَهْلٌ مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ
عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ فَجَلَسَ
الرَّجُلُ حَتَّى طَالَ مَجْلِسُهُ ثُمَّ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ
قَالَ مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا
وَسُورَةُ كَذَا عَدَّهَا قَالَ أَتَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ قَالَ
نَعَمْ قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ (أخرجه
البخاري فى كتاب فضائل القرآن باب القراءة عن ظهر قلب)
“Bahwasanya seorang perempuan datang
kepada Rasul SAW.Lalu berkata : Ya Rasulullah saya datang kepada Engkau untuk
menyerahkan diri saya kepada Engkau. Maka Rasulullah saw. Memandangnya .
Rasulullah mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada perempuan itu (
melihat ke atas dan ke bawah). Kemudian beliau menundukkan kepalanya. Manakala
perempuan itu meyakini bahwa nabi saw. Tidak mengambil sesuatu keputusan
terhadap dirinya, dia pun duduk. Seorang laki-laki sahabat Nabi bangkit berdiri
kemudian berkata: Ya Rasulullah, jika anda tidak membutuhkan perempuan ini,
kawinkanlah dengan saya. Nabi berkata: Apakah engkau memiliki sesuatu untuk
maharnya? orang itu menjawab: Tidak, demi Allah ya Rasulullah. Nabi bersabda:
pergilah engkau kepada keluargamu, carilah apakah engkau bisa memperoleh
sesuatu? Orang itupun pergi, kemudian kembali kepada Nabi dan berkata: tidak
ada apa-apa. Nabi berkata: carilah, walaupun sebentuk cincin besi. Orang itu
pergi kemudian kembali lagi dengan berkata: Demi Allah, ya Rasulullah, sebentuk
cincin besi pun tidak ada. Akan tetapi ini kain pinggangku (kata sahal: orang
itu tidak mempunyai kain selendang), untuknya separuh. Rasulullah berkata: Apa
yang dapat engkau lakukan dengan kain pinggangmu ini ? Jika engkau memakainya,
tentulah dia tidak dapat memakai apa-apa . Orang itupun duduk, dan duduknya
agak lama, kemudian dia pun pergi. Rasulullah melihatnya pergi maka beliau pun
menyuruh orang memanggilnya. Setelah ia datang, Nabi bertanya: Apa yang ada
padamu dari Al-Qur’an ? Orang itupun menjawab: Besertaku ada surat ini, surat
ini dan surat ini. Dia menghitungnya. Nabi bertanya: Apakah engkau
menghapalnya? Dia menjawab: Benar. Nabi bersabda: Pergilah, aku telah
menyerahkan kepemilikan kepadamu, dengan Al-Qur’an yang ada padamu itu.”( Al
Bukhary 66:22;Muslim 16:12; Al lu’lu-u wal Marjan 2: 105).
v Penjelasan:
Pada saat
Rasulullah berada di Mesjid, maka datanglah seorang perempuan kepadanya serta
berkata:” Ya Rasulullah, kedatangan saya ini adalah untuk menghibahkan diri
saya kepada anda, dan menyerahkan urusanku kepada anda.”
Kejadian ini memberi pengertian,
menurut kata ulama, bahwa nikah dengan memakai
perkataan “hibah”,dibolehkan bagi Nabi maksudnya “Saya mengawinkan
diriku dengan anda.” Dan disini nyatalah bahwa si perempuan yang meng-akadkan
nikahnya,bukan walinya.
Mendengar itu
Nabi tidak mengatakan apa-apa, tetapi memandang perempuan itu dari atas ke
bawah, kemudian beliau menundukkan kepalanya. Setelah lama perempuan itu
menanti jawaban Nabi,sedangkan Nabi terus berdiam diri, maka perempuan itu
duduk. Seorang laki-laki bangkit dan menawarkan
diri menikahi perempuan Anshar ini. Nama dari perempuan dan laki-laki ini tidak
di ketahui oleh ahli Hadits.
Menurut riwayat
Ad Daraquthny, orang tersebut bangkit dari duduknya dan berbicara sesudah Nabi
bertanya:”Siapakah yang mau menikahi perempuan ini ?”
Nabi bertanya siapakah laki-laki
mempunyai sesuatu sebagai mahar.
Ini memberi
pengertian bahwa mas kawin merupakan salah satu syarat nikah. Para ulama
sepakat menetapkan bahwa tidak boleh ada pernikahan tanpa mahar. Dan hadits ini
memberi pengertian pula bahwa sebaiknya mahar itu disebut didalam akad, supaya
terang berapa yang harus di berikan.
Al qadhi Iyadh
berkata:” Perkataan Nabi ini memberi pengertian bahwa mahar itu harus ada
walaupun tidak banyak.”
Hadits ini menyatakan keharusan adanya mahar,
dan mahar itu boleh merupakan usaha mengajarkan Al-qur’an sebagai mana
membolehkan kita meminta upah untuk mengajar Al Qur-an ,dan segala benda yang
berharga tanpa di batasi jumlahnya.
WALI
A.Pengertian Wali
Seluruh mazhab
sepakat bahwa wali dalam hal pernikahan adalah “Wali perempuan yang melakukan
akad nikah dengan pengantin laki-laki sesuai dengan perempuan itu.”
B. Kedudukan Wali
Seperti
yang telah diterangkan bahwa wali adalah salah satu rukun nikah. Dengan
demikian wali dalam pernikahan merupakan orang laki-laki yang menjadi
ketergantungan sahnya pernikahan. Tidaklah sah akad nikah tanpa wali.
C. Hadits tentang wali
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ
مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ
إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا
بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا
فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ (أخرجه الترمذي فى
كتاب النكاح عن رسول الله باب ما جاء لا نكاح إلا بولي)
Artinya:
“
Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahahnnya batil,
batil, batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar
buat kehormatannya yang telah di halalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka
sulthan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali.” (HR.Tirmizi)
Dari Hadits
tesebut maka dapat diketahui bahwa tidak
ada nikah yang sah kecuali dengan adanya wali, siapapun perempuan yang nikah tanpa
memperoleh izin dari walinya maka nikahnya batal atau tidak sah, tetapi jika
perempuan itu tidak ada walinya maka penguasa (hakimlah) yang menjadi wali bagi
perempuan yang tidak ada walinya itu.
D. Persyaratan Wali
Seorang wali harus harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Merdeka (mempunyai
kebebasan)
2.
Berakal
3.
Baligh
4.
Islam
5.
Muslim
6.
Laki-laki
7.
Mempunyai hak untuk menjadi
wali
E. Macam-macam dan tingkatan wali
.Secara garis
besar wali nikah terbagi kepada dua macam yaitu wali Nasab dan wali Hakim. Wali
Nasab adalah dari pihak kerabat atau wali hakim, yang dimaksud dengan wali
hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah
dalam keadaan tertentu dengan sebab tertentu pula.
a. Wali Mujbir
Mujbir
menurut bahasa ialah orang yang memaksa. Mujbir menurut istilah adalah wali
yang berhak menikahkan perempuan tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya.
b. Wali Hakim
Telah di
jelaskan jika wali terdekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka hak
menikahkan berpindah kepada wali dalam tingkat berikutnya.
c. Wali ‘adol
‘Adol artinya
enggan, wali ‘adol adalah wali yang enggan atau menolak untuk menikahkan
perempuan yang dibawah kewaliannya.
Para ulama
sepakat wali tidak boleh menolakuntuk menikahkan perempuan yang di bawah
waliannya jika laki-laki calon suaminya itu sekufu dan sanggup membanyar
mahar.Bila wali itu menolak maka hak kewaliannya pindah ketangan wali hakim.
Penutup
Simpulan
Mahar atau maskawin adalah pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri dengan apa yang telah di sepakati bisa
berupa uang, perhiasan, dan berupa jasa seperti jasa mengajar Al-Qur’an. Namun
penyebutan mahar dalam akad hukumnya sunnah.
Sedangkan
Wali adalah wali dari perempuan yang merupakan
salah satu syarat sah nikah dan tanpa wali tidak sah suatu pernikahan.
Seorang wali haruslah memenuhi syarat- syarat yang telah di tantukan.
Daftar Pustaka
Luthfillah.M,M.Ag,fiqih,2008,Jakarta:Akik Pustaka Ridwan.T,M.Ag,Drs,fiqih,2006,Jakarta,
Akik Pustaka
Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi Ash,Mutiara Hadits,jilid
5, 2003, Semarang,PT.Pustaka Rizki Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar